Kamis, 17 Mei 2018

Bidiknias_Gunungsitoli, Pemimpin yang berkualitas selalu lahir dari sebuah proses yang berkualitas dan bermartabat. Hal ini sangat penting dalam melaksanakan perhelatan politik untuk baik pada pilkada 2018 maupun pada pemilu 2019 nanti.
Sejuta harapan rakyat Indonesia saat ini bertumpu pada pilkada 2018 dan pemilu 2019 nanti. Bagi masyarakat Indonesia  tahun ini merupakan tahun solusi atas berbagai persoalan bangsa serta menjawab seluruh tantangan dan dinamika yang terjadi selamat ini. Oleh karena itu maka pemilu  yang akan datang harus menjadi pemilu yang berkualitas Dan bermartabat.

Pemilu sebagai wujud transformasi kekuasaan untuk melahirkan pemimpin baru pada lembaga eksekutif dan legislatif menjadi momentum yang diharapkan oleh masyarakat agar dapat membawa perubahan dalam setiap dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi sebagai alat untuk mencapai tujuan bangsa tersebut harus dipahami oleh semua pelaku demokrasi sehingga tidak salah menerjemahkan demokrasi, baik dalam tataran ide maupun dalam konteks praktis politik.

Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, maka penting bagi kita untuk memahami esensi demokrasi itu sendiri. Abraham Lincoln (mantan presiden Amerika Serikat) pernah mengatakan “democracy is from the people, by the people and for the people”. Ini jelas bahwa demokrasi yang sesungguhnya adalah lahir dari rakyat, didukung oleh rakyat untuk membawa kepentingan rakyat seutuhnya demi terwujudnya kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan bersama. Pemilu yang berkualitas mempunyai takaran yang jelas lewat indikator-indikator yang melandasinya.

Pemilu yang berkualitas harus memiliki landasan yang jelas. Menurut pandangan beberapa tokoh pemerhati pemilu menyatakan ada beberapa aspek yang bisa dijadikan indikator sehingga pemilu bisa dikatakan berkualitas.

Pertama, harus ada sebuah proses yang jelas dan transparan dalam menyusun daftar pemilih. Ini berarti yang didata sebagai pemilih harus berdasarkan data yang otentik dan dipastikan tidak ada daftar pemilih yang ganda Dan fiktif.

Kedua, pemilu yang berkualitas dapat diukur dari tingkat partisipasi publik dalam menggunakan hak pilihnya. Dalam beberapa pemilu pada beberapa periode terakhir mengalami penurunan partisipasi pemilih. Data statistik partisipasi pemilih dari 9 kali pemilu legislatif yang pernah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1955-2009 yang diolah dari data KPU Menunjukkan Pemilu Legislatif Tahun 1971, merupakan pemilu pertama masa orde baru yang mencapai tingkat partisipasi tertinggi yang mencapai angka 97 % persen. Sedangkan yang terendah adalah Pemilu Legislatif 2009, yang mencapai angka golput mendekati 30 %.

Sebagai gambaran, Pemilu 1955 dengan pemilih terdaftar sebanyak 43.104.464 jiwa dengan partisipasi pemilih mencapai 91.% persen merupakan pemilu yang dilaksanakan dalam suasana atmosfir kebersamaan sebagai bangsa dan negara. Half ini masih dirasakan sehingga fenomena golput belum muncul dan motif yang melatarbelakanginya dirasakan kurang signifikan untuk munculnya gerakan protes yang signifikan.
Sedangkan pada pemilu 2009 angkat golput mendekati 30%. Sementara pada Pemilu Tahun 2014 angka golput meningkat mencapai 30,42%.

Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa angka golput dari periode ke periode mengalami peningkatan yang signifikan. Pemilu 2019 mendatang harus bisa menekan angka golput tersebut.
Ketiga, pemilu yang berkualitas harus terlepas dari politik uang, hoaks, SARA dan anti teror karena dapat menghancurkan wibawa politik itu sendiri. Politik bukanlah arena transaksi seperti di pasar akan tetapi politik merupakan jembatan untuk menuju cita-cita bersama untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan pertarungan ide dan gagasan menjadi ciri khas utama dalam dialektika kebangsaan.  Keempat, pemilu dikatakan berkualitas jika tidak ada pelanggaran baik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu maupun oleh masyarakat.
Kelima, pemilu yang berkualitas akan dilihat dari tingkat pendidikan pemilih serta pengetahuan masyarakat tentang arti pemilu dalam berdemokrasi.

Di negara demokrasi yang sudah mapan seperti Amerika demokrasi dapat berjalan dengan baik karena seiring dengan tingkat pendidikan yang bagus. Sedangkan pemilu atau demokrasi pada negara yang sedang berkembang (developing country) mengalami hambatan. Ada sekitar 70 % pemilih Indonesia berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dengan demikian dapat dibayangkan seperti apa pemimpin yang dihasilkan melalui proses pemilihan langsung yang melibatkan semua masyarakat (umur 17 tahun ke atas atau sudah menikah sebagai syarat pemilih). Selain persoalan tingkat pendidikan, independesi media begitu penting untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas. Media sebagai sumber edukasi dan informasi harus menjadi jembatan bagi setiap calon legislatif ataupun presiden dan wakil presiden untuk mempublikasikan ide dan gagasan kepada publik secara adil Dan independen sehingga masyarakat bisa memahami visi dan visi mereka. Lantas bagaimana peran setiap komponen bangsa dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pemilu yang berkualitas merupakan kristalisasi dari keterlibatan setiap komponen bangsa. Keterlibatan dalam hal ini tentunya yang konstruktif sehingga pemilu dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.  Untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas dan bermartabat maka ada beberapa lembaga yang bisa menjadi penentu utama. Pertama. Penyelenggara pemilu yang bersifat mulai tingkatan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS harus dapat memastikan semua hal-hal teknis sudah dipersiapkan dengan baik dan maksimal, sehingga kita tidak terjebak dalam urusan teknis dalam setiap kali ada pemilu. Selain itu peran BAWASLU RI, BAWASLU Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslucam, Pengawas Desa, dan Pengawas TPS harus dipastikan dalam berjalan dengan baik sehingga tidak ada pelanggaran dalam pemilu yang dibiarkan terjadi.

Kedua. Partai politik dan peserta pemilu (legislatif maupun presiden dan wakil presiden) harus menjadi aktor utama dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas Dan bermartabat.

Ketiga. Peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi sangat sentral dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas. Selain itu para tokoh politik,tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan pemerintah setempat juga harus dilibatkan didalamnya, sebab mereka masih sangat dipercaya oleh masyarakat sebagai panutan. Keempat. Peran pemilih itu sendiri menjadi sangat penting dalam memberikan haknya sebagai warga yang dijamin Undang-undang. Jika pemilih menyadari arti penting keterlibatannya dalam pemilu maka dapat dipastikan yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik berdasarkan pertimbangan yang rasional bukan emosional.

Akhirnya terwujudnya pemilu 2019 yang berkualitas merupakan tanggungjawab semua komponen bangsa baik penyelenggara, peserta pemilu maupun lembaga masyarakat dan pemilih itu sendiri. Pemilu yang berkualitas dan bermartabat diyakini dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas seperti halnya yang terjadi di negara demokrasi lainnya. 

Pemimpin yang berkualitas tentunya lahir dalam sebuah proses yang berkualitas. Semoga tahun 2019 menjadi tahun yang dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai cita-cita utama Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 1945 (AZB/RED)

0 komentar: